Jakarta-Buserpolri.com||Upaya Satuan Tugas (Satgas) Pengendalian Harga Beras sejak dibentuk pada 18 November 2025 mulai menunjukkan hasil positif. Harga beras di wilayah barat dan tengah Indonesia, khususnya Zona I dan II, berhasil distabilkan. Namun, tantangan besar masih dihadapi Satgas di Zona III wilayah Indonesia Timur, terutama Papua Raya.
Selama 49 hari bekerja, Satgas telah melakukan pengawasan harga beras di 35.105 lokasi atau rata-rata 731 titik per hari. Dari hasil pengawasan tersebut, Satgas mengeluarkan 920 surat teguran kepada pelaku usaha yang menjual beras Premium, Medium, maupun SPHP di atas harga eceran tertinggi (HET).
Berdasarkan analisis Posko Satgas Pengendalian Harga Beras, harga beras Medium dan Premium di Zona I dan II telah turun dan berada di bawah HET. Sementara di Zona III (Papua dan Maluku), harga memang menunjukkan penurunan, namun masih berada di atas HET.
Temuan ini sejalan dengan data Sistem Pemantauan Pasar dan Kebutuhan Pokok (SP2KP) Kementerian Perdagangan serta data Badan Pusat Statistik (BPS). Bahkan, dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi yang dipimpin Menteri Dalam Negeri, disebutkan bahwa sejak Oktober 2025 beras tidak lagi menjadi penyumbang inflasi daerah.
Meski demikian, Satgas belum berpuas diri. Fokus kini diarahkan pada Papua Raya yang masih menghadapi kendala besar dalam menjaga stabilitas harga beras.
Pelaksana Satgas Pengendalian Harga Beras sekaligus Kasatgas Pangan Polri, Brigjen Ade Safri Simanjuntak, menyebut tantangan utama berasal dari kondisi geografis wilayah Papua Raya yang sulit dijangkau, khususnya daerah pegunungan.
“Biaya transportasi menjadi sangat tinggi karena keterbatasan akses darat dan minimnya moda transportasi. Bahkan, biaya angkut bisa naik dua kali lipat jika menggunakan pesawat udara,” ujar Ade.
Selain itu, keterbatasan sarana dan prasarana bandara perintis yang hanya mampu didarati pesawat dengan daya muat kecil (sekitar 1,25 ton) serta belum tersedianya Gudang Bulog di 28 kabupaten/kota di Papua Raya turut menghambat distribusi beras. Faktor lain seperti cuaca ekstrem dan potensi gangguan keamanan saat distribusi juga menjadi tantangan serius.
Untuk mengatasi hal tersebut, Satgas melakukan pemetaan, audit, dan evaluasi menyeluruh di wilayah Papua Raya guna mengidentifikasi penyebab tingginya harga beras. Koordinasi juga dilakukan dengan Kementerian Perhubungan untuk meningkatkan frekuensi dan jumlah trayek Tol Laut, Jembatan Udara, serta transportasi darat perintis.
Satgas juga menyiapkan 32 gudang filial di 28 kabupaten/kota sebagai terobosan percepatan distribusi di wilayah yang belum memiliki Gudang Bulog. Gudang filial tersebut memanfaatkan 25 aset Polri, tiga aset pemerintah daerah, satu aset KPU, serta tiga bangunan pinjam pakai milik masyarakat.
Selain itu, Satgas berkoordinasi dengan Badan Pangan Nasional (Bapanas) yang menyetujui biaya eksploitasi beras SPHP di Papua Raya masuk dalam Harga Pembelian Beras (HPB). Dengan kebijakan ini, seluruh biaya distribusi ditanggung pemerintah sehingga beras SPHP dapat dijual sesuai HET.
“Persetujuan ini membuat Bulog tidak ragu menyalurkan beras SPHP karena seluruh biaya ditanggung pemerintah,” tegas Ade.
Satgas menargetkan penyaluran beras SPHP sebanyak 4.634 ton di 42 kabupaten/kota Papua Raya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat selama November–Desember 2025, sekaligus menghadapi Natal 2025 dan Tahun Baru 2026.
Distribusi dilakukan melalui berbagai moda transportasi, termasuk jalur udara untuk wilayah pegunungan seperti Pegunungan Bintang, Nduga, Yahukimo, dan Intan Jaya, serta jalur laut untuk daerah pesisir seperti Kaimana, Teluk Bintuni, Fakfak, dan Teluk Wondama.
Hingga 9 Desember 2025, Satgas telah menyalurkan 2.181,5 ton beras SPHP atau 47,08 persen dari total target. Penyaluran dilakukan secara bertahap dan serentak di seluruh wilayah Papua Raya.
“Diharapkan upaya ini dapat membantu masyarakat Papua Raya serta menjaga ketersediaan dan kestabilan harga beras menjelang akhir tahun,” pungkas Ade. (*)
Hendri


